Ribuan Orang Ikuti Tradisi ‘Siat Sampian’

Bedulu, Ribuan orang hari ini (13/5) ikut ambil bagian dalam tradisi ‘Siat Sampian’ atau perang dengan menggunakan rangkaian janur untuk sesajen di Pura Samuan Tiga Bedulu Gianyar. Selain sebagai bagian dari rangkaian odalan atau upacara di pura ini, tradisi ini juga sebagai simbol memerangi adharma atau kejahatan di muka bumi.

Sejak pagi hari, ribuan umat Hindu sudah berkumpul untuk menggelar tradisi Siat sampian, sebagai simbol perang terhadap Adharma atau kejahatan di muka bumi ini.

Sebelum tradisi siat ini dimulai, dilakukan upacara Nampiog. Dalam upacara ini, ratusan umat mengelilingi areal Pura sambil
menggerakkan–gerakan tangan.

Prosesi ini diikuti oleh para ibu–ibu yang sudah disucikan(diwinten). Selain ibu-ibu, para pemangku pura setempat juga ikut mengelingi areal Pura.

Setelah prosesi ini selesai dilanjutkan dengan upacara Ngombak. Pada upacara ini para wanita yang berjumlah 42 orang, serta laki-laki yang juga sudah disucikan ( diwinten) berjumlah 309 melakukan upacara
Ngombak.

Upacara ini dilakukan dengan cara berpegangan tangan satu sama lainnya, kemudian bergerak laksana ombak.

Setelah usai upacara ini, para laki dan wanita tersebut langsung mengambil Sampian (rangkaian janur untuk sesajen) dan saling pulul serta lempar atau ‘perang’ dengan sampian satu sama lainnya.

”Nampiog dan Ngombak merupakan suatu proses penyucian sebelum Upacara Siat Sampian dilakukan,“ kata I Wayan Patra, Ketua Paruman Pura Samuan Tiga.

Lalu apa makna yang terkandung dalam tradisi ‘Siat Sampian’ ini?

“Sampian itu merupakan lambang senjata Dewa Wisnu, dan senjata ini dipergunakan untuk memerangi Adharma. Intinya filosofi yang diambil dari tradisi ini adalah untuk mengenyahkan Adharma atau kejahatan dari muka bumi,“ jelasnya.

Selain simbol perang terhadap kejahatan, 'siat sampian' juga untuk merayakan bersatunya berbagai sekte keagamaan (Hindu) di Bali.

Pada abad ke-10 Masehi, di Pura ini digelar pertemuan besar antar berbagai sekte agama Hindu yang ada di Bali dengan mediator pemerintah yang berkuasa di Bali waktu itu.

Pertemuan ini menyepakati penyudahan konflik antar sekte agama Hindu di Bali dan menjadi awal konsep pura Tri Kahyangan Jagat di Bali, serta penerimaan konsep Tri Murti (Tiga Dewa Utama) di setiap desa yang ada di Bali.

Related

Tradisi dan Budaya Bali 6807335971980172734

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Dengan memasukan alamat email dibawah ini, berarti anda akan dapat kiriman informasi menarik terbaru dari infoAJAE di inbox anda:

Delivered by FeedBurner

Comments

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item